Rasa asin tidak mereka jumpai di laut, di pasir pantai, atau di karang-karang hitam nan tajam. Rasa asin tidak mereka temukan di buku-buku dan sandal-sandal. Rasa asin tak meninggalkan jejak—apa lagi pesan—di jalan kampung mereka yang lengang dan berbatu. Rasa asin tak meninggalkan secuil berkahnya di perahu, jaring, dan caping para nelayan. Rasa asin tak juga turun ketika Letnan Yana menyuruh puluhan bocah mendongak dan menjulurkan lidah merah muda mereka ke arah matahari.
Lensa Bertuah (Galeri Buku Jakarta, 15052019)
Selain seratus persen aman, fitur lensa ini sanggup mengamati sasaran dari sudut pandang 360 derajat. Bayangkan saja, lensa ini bisa menjangkau daerah-daerah paling terpencil seperti ketiak atau lipatan paha!
Tak Ada Cinta di Bangsal Ini (Nusantaranews.co, 11032018)
Dari papan penanda di ujung dipan, kudapati ia bernama Cindy. Kebetulan ia mirip aktris Cindy Fatika Sari. Hidungnya bangir seperti orang Arab. Kedua alisnya tajam dan tebal seperti orang Minang. Kulitnya kuning langsat, mulus bak pualam. Aku kerap mengerling ke arah dadanya. Meski kerap ditutupi selimut, gundukan itu membuntal menggoda. Aku perhatikan ia hanya didampingi seorang lelaki, mungkin pamannya. Sesekali beberapa kawan datang membesuk Cindy, tetapi jumlahnya tidak banyak.
Piknik Toserba (Lampung Post, 01072018)
Demi puluhan tunggakan yang mencekik; demi ratusan persanggamaan hampa di sepertiga malam; demi anak-anak yang kian hari kian sulit dimengerti; demi para dewa (dewa di langit, dewa di bumi, dewa bermesin), kehidupan kami masih mendamba salah satu pelarian orang-orang zaman kalian: berpiknik, lari sejenak dari segala dan semua yang membebani diri.
Gara-gara Gaspar (Detik, 26052018)
Aku mensyukurinya begitu dalam, meski tahu diriku tak ubahnya samsak tinju. Dini sedang berkelahi dengan hidup--dan aku, si samsak tinju, menjadi sarana baginya melampiaskan segala.
Suami untuk Kakak (Metaruang.com 13042018)
Bertahun-tahun sebelum ia menjadi gila, aku telah tahu Kakak akan menghabiskan sisa umur dalam kesunyian nasib.
Persekusi dan Kohesi Sosial
Peristiwa nahas yang dialami Biksu Mulyanto merupakan bentuk tirani mayoritas. Adalah konyol jika kelompok mayoritas di Legok sana melarang orang untuk mengadakan kegiatan keagamaan di rumah, sementara umat muslim bisa begitu nyaman beribadah di manapun—mulai dari masjid, musala, rumah pribadi, hingga tempat-tempat publik seperti Monas.